Kamis, 01 Mei 2014

MAKALAH “PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM KEGIATAN POLINDES”

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bidan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan kualitas kesehatan masyarakat, karena bidan dengan ilmu kebidananya dapat membantu meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya ibu-ibu  mulai dari kehamilan, persalinan, kala nifas, serta pemberian ASI dengan selamat. Bidan juga berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari terjadinya kerusakan akibat persalinan serta berusaha mengembalikan alat reproduksi ke keadaan normal.
Keberhasilan proses persalinan merupakan cermin dari kemampuan pelayanan kesehatan suatu Negara. Perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal mencerminkan kesanggupan suatu negara dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Indonesia, di lingkungan Asean, merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Bidan merupakan profesi tenaga kesehatan di Indonesia, tetapi bidan berbeda dengan profesi tenaga kesehatan lainnya, karena bidan dapat berdiri sendiri dalam memberikan pertolongan kesehatan kepada masyarakat, khususnya pertolongan persalinan normal.
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting, karena kedudukannya sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan, dan pengawasan neonatus serta pada persalinan ibu postpartum. Disamping itu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia dapat dibebankan kepada bidan melalui pelayanan keluarga berencana.
Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa bidan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat terutama dalam bidang kesehatan, untuk itu bidan harus mendapat perhatian dan penghargaan yang lebih besar baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Upaya pemerintah melalui Kementrian Kesehatan dalam rangka meningkatkan peran serta bidan dalam meningkatkan kesehatan  masyarakat yaitu dengan dibentuknya unit-unit kecil atau pos-pos masyarakat yang melayani kesehatan. Pembentukan Pos-pos kesehatan yang dikenal dengan istilah Polindes, ataupun Dana Sehat merupakan Aplikasi Kepemimpinan dalam Organisasi Kebidanan.


1.1  Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah peranan bidan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat?
2.      Bagaimanakah pembentukan polindes?
3.      Bagaimanakah pengenalan Dana Sehat?
4.      Bagaimanakah penyelenggaraan polindes?

1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengembangan wahana/forum psm berperan dalam kegiatan polindes

1.2.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui peranan bidan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat
2.      Untuk mengetahui bagai mana pembentukan polindes
3.      Untuk mengetahui pengenalan dana sehat
4.      Untuk mengetahui penyelenggaraan polindes





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Peranan Bidan dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat

Bidan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, seperti yang telah diuraikan di Bab I. Bidan merupakan faktor penentu dalam melaksanakan program yang telah dicanangkan pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak. Di Pedesaan, bidan berperan dalam membina ”dukun beranak”, tetapi beberapa tahun yang akan datang jika jumlah bidan sudah cukup maka peran ”dukun beranak” secara alami akan digantikan oleh bidan.
Bidan merupakan pelaksana setiap kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak pada proses persalian. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan kebijakan tersebut diantaranya adalah :

2.1.1.      Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan
            Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat telah dilakukan berbagai upaya, salah satunya adalah dengan meletakan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar. Pelayanan dasar dapat dilakukan di Puskesmas Induk, Puskesmas Pembantu, Posyandu, serta unit-unit yang terkait di masyarakat.
            Semua bentuk pelayanan kesehatan perlu didorong dan digerakkan untuk menciptakan pelayanan yang prima. Selain itu, cakupan pelayanan diperluas dengan pemerataan pelayanan kesehatan untuk segala aspek atau lapisan masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyebaran bidan desa, perawat komunitas, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan desa, dan puskesmas keliling.
Berkaitan dengan kematian bayi akibat persalinan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah memperbaiki pelayanan kebidanan serta menyebarkan buku KIA, alat monitor kesehatan oleh tenaga kesehatan, dan alat komunikasi antara tenaga kesehatan dengan pasien. Di Jepang, buku KIA yang digunakan sejak tahun 1948 mampu menurunkan secara signifikan angka kematian bayi—AKB dan angka kematian ibu—AKI (Hapsari, 2004).


2.1.2.      Meningkatkan status gizi masyarakat
            Peningkatan status gizi masyarakat merupakan bagian dari upaya untuk mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemberian gizi yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula, di samping dapat memperbaki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, di antaranya upaya perbaikan gizi keluarga atau dikenal dengan nama UPGK.
            Kegiatan UPGK tersebut didorong dan diarahkan pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang rawan atau memiliki risiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok risiko tinggi terdiri atas anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut, peningkatan kesehatan akan tercakup pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok risiko tinggi.
2.1.3.      Meningkatkan peran serta masyarakat
            Peningkatan peran serta masyarakat dalam membantu perbaikan status kesehatan ini penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi dan anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan program pemerintah sehingga mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Melalui peran serta masyarakat diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan.
Upaya atau program pelayanan kesehatan yang membutuhkan peran serta masyarakat antara lain pelaksanaan imunisasi, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi, dan Upaya tersebut akan memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang tepat pada sasaran yang ada.
2.1.4.      Meningkatkan manajemen kesehatan
Upaya pelaksanaan program pelayanan kesehatan anak dapat berjalan dan berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini adalah peningkatan manajemen pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesional yang mampu secara langsung mengatasi masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga bidan, perawat, serta dokter yang berada di puskesmas yang secara langsung berperan dalam pemberian pelayanan kesehatan.


2.2  Pengertian Polindes

Polindes merupakan salah satu bentuk UKBM( Usaha Kesehatan  Bagi Masyarakat ) yang didirkan masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA – KB serta pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kemampuan Bidan.

2.3  Tujuan Polindes

a.       Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA – KB termasuk pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
b.      Meningkatkan pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan
c.       Meningkatkan kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi ibu dan keluarganya.
d.      Meningkatkan pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kesenangan bidan

2.4  Fungsi Polindes
a.       Sebagai tempat pelayanan KIA – KB dan pelayanan kesehatan lainnya
b.      Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA
c.       Pusat kegiatan pemberdayan masyarakat


2.5  Indikator Polindes
a.       Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tedak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksaan pelayanan.
b.      Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap  menentukan efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan di desa.
c.       Pengelolahan polindes
Pengelolahan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Criteria pengelolaan polindes yang baik adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menuntukan tariff pelayanan maka tariff yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memnfaatkan polindes sehingga dapat meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d.      Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya penigkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak factor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan termasuk di dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa, dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri baik di dalam kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.

e.       Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK, tersedia sumber air PDAM dan dilengkapi pula dengan SPAL.

f.       Kemitraan bidan dan dukun bayi
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes, dihitung secara komulatif selama setahun.

g.      Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h.      Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes berserta bidan di tengah-tengah masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untukmenigkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dlalam menigkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif.

2.6  Pembentukan Polindes
Polindes merupakan Poliklinik tingkat Desa yang dibentuk dan dikelola secara bersama oleh petugas kesehatan termasuk bidan dan perangkat desa. Polindes dapat mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan terutama untuk penyakit yang tergolong ringan dan perlu penanganan segera.
Polindes diharapkan tidak hanya membantu masyarakat dalam menangani persalinan tetapi dapat mengatasi masalah lain yang bekaitan dengan kesehatan. Untuk itu Polindes harus ditunjang dengan sarana dan prasarana termasuk tenaga kesehatan yang memadai, selain ada bidan polindes juga harus memiliki dokter dan tenaga keperawatan walaupun polindes tersebut bearada di pedesaan atau perkampungan yang terpencil. Untuk sementara bagi daerah-daerah yang mungkin jumlah penduduknya belum terlalu padat maka polindes bisa digabung dua atau tiga desa menjadi satu polindes. Yang jadi masalah untuk daerah-daerah tertentu biasanya sarana transportasi yang menjadi kendala sehingga polindes ini betul-betul sangat diperlukan keberadaannya.
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak berperan dalam mengelola polindes, karena dokter biasanya jumlahnya terbatas sehingga tidak bisa setiap saat berada di polindes. Polindes bisa dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan bimbingan, penyuluhan  dan pengarahan kepada masyarakat khususnya ”Dukun Beranak” bagi desa yang masih ada dukun beranak.

2.7   Kegiatan – Kegiatan Polindes

a.       Memeriksa bumil dan komplikasinya
b.      Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang
c.       Memberikan pelayanan kesehatan bufas dan ibu menyusui
d.      Memberikan pelayan kesehatan neonatal, bayi, balita, anak pra sekolah dan imunisasi dasar pada bayi
e.       Memberikan pelayanan KB.
f.       Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi baik ibu maupun bayinya
g.      Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader
h.      Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
i.        Melatih dan membina dukun bayi maupun kader
j.        Memberi penyuluhan kesehatan tentang gizi bumildan anak serta peningkatan penggunaan ASI dan KB
k.      Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.

2.8  Unsur-Unsur Polindes
a.       Adanya bidan di desa
b.      Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana
c.       Adanya partisipasi masyarakat

2.9   Kebijakan Penempatan Bidan di Desa
Membantu penurunan AKI/AKB akibat komplikasi oobstetri, khususnya AKP/AKN, dengan mengatasi berbagai kesenjangan : kesenjangan geografis (mendekatkan pelayanan KIA-KB kesenjangan informasi, kesenjangan sosial budaya, kesenjangan ekonomi).

2.10 Yang Harus dilakukan Oleh Bidan
a.    Membangun kemitraan dengan masyarakat, tokoh masyarkat, dukun bayi.
b.    Meningkatkan profesionalisme
c.    Memobilisasi pendanaan masyarakat dalam bentuk tabulin

d.    Mendorong kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan.

Minggu, 20 April 2014

MAKALAH PRINSIP PENANGANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman jiwa berupa kematian tidak dapat di duga secara pasti walaupun dengan bantuan alat-alat medis modern sekalipun,seringkali memerikan gamaran erbeda terhadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu,kemauan dan keterampilan tenagan medis yang menangani kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan,tetapi tidak semua tenaga medis memilki kemampuan dan keterampilan standar dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat di handalkan,walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana penyebab kegawatdaruratan pada neonatus ?
Bagaimana kondisi-kondisi yang menyebakan kegawatdaruratan pada neonatus ?
Bagaiamana penanganan kegawatdaruratan pada neonatus ?

1.3 Tujuan Masalah

Untuk mengetahui kegawatdaruratan pada neonatus
Untuk mengetahui kondisi-kondisi yang menyebakan kegawatdaruratan pada neonatus
Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada neonatus







BAB II
PEMBAHASAN
2. 1      Pengertian Neonatus
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.

2.2      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
a.       Faktor Kehamilan
1)      Kehamilan kurang bulan
2)      Kehamilan dengan penyakit DM
3)      Kehamilan dengn gawat janin
4)      Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
5)      Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
6)      Infertilitas
b.      Faktor pada Partus
1)      Partus dengan infeksi intrapartum
2)      Partus dengan penggunaan obat sedatif
c.       Faktor pada Bayi
1)      Skor apgar yang rendah
2)      BBLR
3)      Bayi kurang bulan
4)      Berat lahir lebih dari 4000gr
5)      Cacat bawaan
6)      Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
2.3.      Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
a.       Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1)      Mencegah hipotermia
2)      Mengenal bayi dengan hipotermia
3)      Mengenal resiko hipotermia
4)      Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1)      Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
2)      Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
3)      Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)



b.      Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.

c.       Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

d.      Tetanus Neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1)      Bersihkan jalan napas,
2)      longgarkan atau buka pakaian bayi,
3)      masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
4)      ciptakan lingkungan yang tenang dan
5)      berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.


e.       Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).



f.        Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. 2010).

g.       Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.

h.       Pemeriksaan Diagnostik
1)      Foto thorak
Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
2)      Pemeriksaan darah
Perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.

i.         Penatalaksanaan Tindakan yang perlu dilakukan :
1)      Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2)      Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3)      Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
4)      Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
5)      Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar)

j.        Keperawatan
Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
1)      Bahaya kedinginan
Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36.5oC-37cC
2)      Resiko terjadi gangguan pernafasan
Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur adalah
a)      Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum
b)      Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan  oksigen
c)      Kesukaran dalam pemberian makanan, untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.
3)      Resiko mendapat infeksi, untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus steril.
4)      Kebutuhan rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.

k.    Penanganan Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).

Apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi?
Kira-kira 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1% saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat. Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1.      Apakah bersih dari mekonium?
2.       Apakah bernafas atau menangis?
3.      Apakah tonus otot baik?
4.       Apakah warna kulit kemerahan?
5.       Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan resusitasi

Mengapa diberikan resusitasi.?
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”

Kapan Bayi perlu resusitasi.?
Tiga hal penting dalam resusitasi
1.      Pernafasan
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya
2.      Frekuensi Jantung
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
a.       Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
b.      Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

3.       Warna Kulit
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.

2.4    Peran Bidan Dalam Kegawatdaruratan Neonatal
            Kematian ibu dan bayi terjadi karena kegawatdaruratan yang tidak tertangani dengan baik, dapat disebabkan oleh :
1.      Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari perawatan
2.      Keterlambatan mencapai fasilitas rujukan tingkat pertama
3.      Keterlambatan dalam benar-benar menerima perawatan setelah tiba di fasilitas tersebut.
Sebagai contoh : Staf di sebuah pos kesehatan pedesaan pelayanan kegawatdaruratan dasar dengan akan kemampuan tidak diharapkan untuk melakukan bedah caesar bagian tetapi akan diharapkan untuk membuat diagnosis yang benar, resusitasi dan menstabilkan pasien, dan merujuk padanya. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan yang antara lain mengatur hal-hal berikut ini (keterangan: kami kutipkan yang berkaitan dengan anak):
a.       Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari), agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu.
b.      Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan, bidan harus:
1)      Melaksanakan tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi
2)       Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya
3)      Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya
4)      Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi atau janin.
c.       Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan, karena kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi dalam masa tersebut.
d.      Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya pada masa bayi baru lahir), balita dan anak pra sekolah.
e.       Pelayanan kesehatan pada anak meliputi:
1)      Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit di luar rumah sakit yang meliputi:
a)      Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
b)      Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
c)      Membersihkan jalan nafas,mempertahankan bayi bernafas spontan
d)      Pemberian asi dini dalam 30 menit setelah melahirkan
e)      Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi dan pemberian asi eksklusif.
2)      Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari
3)      Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian asi eksklusif untuk bayi di bawah 6 bulan dan makanan pendamping asi (mpasi) untuk bayi di atas 6 bulan.
4)      Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita.
5)      Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan, sepanjang sesuai dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.

f.        Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan antara lain:
1)      Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu dan bayi
2)      Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Bidan diberi wewenang melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, yang sering terjadi partus lama, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan dan pada bayi dengan berat badan lahir rendah, utamanya bayi prematur. Bayi tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas kesehatan, khususnya yang mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
3)      Hipotermi pada bayi baru lahir bidan diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini dan metode kangguru.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan  manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau, 2006).
Kasus kegawatdaruratan obstetri dan noenatal apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Secara umum terdapat 4  penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir dari sisi obstetri, yaitu (1) perdarahan; (2) infeksi sepsis; (3) hipertensi dan preeklampsia/eklampsia; dan (4) persalinan macet (distosia). Terdapat lebih dari ¾ ( tiga perempat)  kematian noenatal disebabkan kesulitan bernapas saat lahir ( asfiksia), infeksi, komplikasi lahir, dan berat badan lahir yang rendah.

3.2 Saran            
Kasus kegawatdaruratan merupakan hal yang saat ini mendapat perhatian yang begitu besar. Oleh karena itu, diharapkan seluruh pihak memberikan kontribusinya dalam merespon kasus kegawatdaruratan ini. Bagi mahasiswa, sudah seyogyanya memberikan peran dengan mempelajari dengan sungguh-sunggu kasus-kasus kegawatadaruratan dan memaksimalkan keterampilan dalam melakukan penanganan kegawatdaruratan yang berada dalam koridor wewenang bidan




DAFTAR  PUSTAKA


Wiknjosastro Hanifa, Ilmu Kebidanan. 2009. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardo.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.